BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Terry(1972)
kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri orang seorang atau pemimpin,
mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas
untuk mencapai yang diinginkan pemimpin.
Menurut Stogdill(1950)
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang
terorganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan.
Dalam
kehidupan ini, semua orang adalah pemimpin terhadap dirinya sendiri. Jadi semua
orang memiliki jiwa kepemimpinan dalam dirinya. Tetapi kepemimpinan yang
seperti apakah yang mereka miliki. Sulit untuk di ketahui gaya kepemimpinan apa
yang kita miliki. Ada beberap teori kepemimpinan yang di ketahui antara lain,
kepemimpinan karismatik, transpormasional, situasional, transaksional, dan
lain-lain.
Dalam
makalah ini, kami menjelaskan salah satu dari teori kepemimpinan yaitu
kepemimpinan situasional yang dimana kami menggali teori yang menjelaskan
tentang kepemimpinan situasional ini. Mulai dari pengertian hingga
penyseuaiannya.
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian kepemimpinan sitiuasional
Menurut Hersey dan Blanchard, kepemimpinan
situasional adalah:
1. Jumlah
petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpinan
2. Jumlah
dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan
3. Tingkat
kesiapan atau kematanganpara pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.
Konsep ini telah dikembangkan untuk
membantu orang dalam menjalankan kepemimpinan dengan memerhatikan peranannya,
yang lebih efektif dalam berinteraksi pemimpin dengan orang lain dalam
kesehariannya. Dalam hal memengaruhi perilaku bawahan, situasi merupakan salah
satu faktor penting karena kepribadian seseorang yang dibawa dari lahir bisa
berubah dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah.
Menurut Model
Fiedler
Mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada
penyesuaian yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan
dan pada tingkat mana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimpin
tersebut.
Konsep
ini telah dikembangkan untuk membantu seseorang untuk menjalankan kepemimpinan
dengan memperhatikan peranannya yang lebih efektif dalam berinteraksi dengan
orang lain ditiap harinya. Dalam hal ini, konsepsional menjadi pelengkap
pemimpin dengan gaya kemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para
pengikutnya. Walaupun terdapat banyak variabel – variabel situasional yang
penting lainnya, perilaku pengikutnya ini amat penting untuk mengetahui
kepemimpinan situasional. Dalam panjelasan lain diakatakan, teorti kepemimpinan
situasional merupakan suatu pemdekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan
bahwa pemimpin memahami prilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum
menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu.
Jadi
menurut kelompok kami, kepemimpinan situasional adalah gaya kepemiminan yang
bergantung pada kesiapan para pengikutnya, melakukan interaksi dengannya dan
pada tingkat dimana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada sipemimpin.
Dengan memerhatikan situasi yang terjadi di perusahaan, pemimpin dapat
melakukan strategi-strategi yang baik untuk kemajuan produk maupun
perusahaanya.
B.
Gaya
Dasar Kepemimpinan
Dalam
hubungannya dengan perilaku pemimpinan ini, ada dua hal yang biasanya dilakukan
oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya, yaitu: perilaku mengarahkan
dan perilaku mendukung.
Perilaku
mengarahkan dapat dirumuskan sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam
kamunikasi satu arah. Memberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan
bawahannya dan melakukan pengawasan secara ketat kepada bawahannya. Dalam
perilaku ini, pemimpin mendahulukan pengarahan dibandingkan dengan memberikan
dukungan
Perilaku
mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin mengikutkan diri dalam kamunikasi
dua arah. Maksudnya, pemimpin mendengarkan dan siap memberikan dukungan dan
dorongan terhadap bawahannya, memudahkan interaksi dan melibatkan bawahan dalam
pengambilan keputusan. Dengan demikian, gaya perilaku ini pemimpin lebih
memperhatikan dukungan dan dorongannya kepada bawahannya sehingga dapat
berjalan optimal.
Gambar 1,1
C.
Perilaku
Gaya Dasar Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan
Gaya
kepemimpinan yang normal pada hakikatnya perilaku dasar pemimpin yang
mendapatkan tanggapan dari para pengikutnya, maka ketika pemimpin tersebut
melakukan proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, keempat gaya dasar
kepemimpinan yang dapat diaplikasikan dan diidentifikasikan dalam suatu proses
pengambilan keputusan.
Partisipasi
|
Konsultasi
|
|
G3
|
G2
|
|
Delegasi
|
Instruksi
|
|
G4
|
G1
|
Gambar
1.2 Empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses pembuatan keputusan
G1, Perilaku
pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk sebagai Instruksi
karena gaya yang dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan
batasan peranan kepada bawahannya dan memberitahukan kepada mereka tentang apa,
bagaimana dan dimana pelaksanaan berbagai tugas.
G2, Perilaku
pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk sebagai konsiltasi,
karena dalam gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih
membuat keputusan yang hampir sama dengan keputusan pribadi pemimpin.
G3, Perilaku
pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai
pertisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan di pegangan secara bergantian.
G4,
perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai
delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama dengan para pengikutnya
sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah dan kemudian proses
pengambilan keputusan didelegasikan seluruhnya kepada bawahan.
D.
Kematangan
para pengikut
Mengenai tingkat kematangan
dapat diikuti pendapat bahwa tingkat kematangan bawahan terdiri dari dua
dimensi yaitu “job maturity” (kematangan kerja) dan “psychological maturity”
(kematangan jiwa). Kematangan kerja berhubungan dengan “ability” (kemampuan),
sedang kematangan jiwa berhubungan dengan “willingness” (kemauan).
Gambar 1.3
Tingkat kematangan bawahan
diperinci menjadi 4 tingkat,yaitu:
1.
Tingkat kematangan
rendah,yang diberi kode M1,dengan ciri: Tidak mampu dan tidak mau atau tidak
mantap
2.
Tingkat kematangan
rendah ke tingkat kematangan madya,yang diberi kode M2, dengan ciri: Tidak
mampu tetapi Mau atau madya
3.
Tingkat kematangan
madya ke tingkat kematangan tinggi, yang diberi kode M3, dengan ciri: Mampu tetapi
tidak mau atau tidak mantap
4.
Tingkat kematangan
tinggi, yang diberikan kode M4, dengan ciri: Mampu/cakap dan mau/yakin
Hubungam
gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan bawahan:
Gambar 1.4
Gaya Kepemimpinan
“Intruksi”(G1):
-
Tinggi tugas, rendah hubungan
-
Pemimpin memerikan perintah
-
Pengawasan ketat
-
Pemimpin menetukan apa, bagaimana,
kapan, dan dimana tugas dilakukan
“Konsultasi”(G2):
-
Tinggi tugas, tinggi hubungan
-
Pemimpin menerangkan keputusan
-
Memberi kesempatan penjelasan
-
Banyak mengarahkan
-
Komunikasi mulai dua arah
“Partisipasi”(G3):
-
Tinggi hubungan, rendah tugas
-
Saling memberi gagasan
-
Bersama-sama memutuskan
“Delegasi”(G4):
-
Rendah hubungan dan rendah tugas
-
Pemimpins melimpahkan pembuatan
keputusan dan pelaksanaan
|
Tingkat Kematangan Bawahan
Rendah
(M1):
-
Tidak mampu
-
Tidak mau
Rendah
ke Madya (M2):
-
Tidak mampu
-
Tetapi mau
Madya
ke tinggi (M3):
-
Mampu
-
Tetapi tidak mau
Tinggi
(M4)
-
Mampu
-
Mau
|
E.
Beberapa pedoman mengetahui gaya kepemimpinan kita
Dalam membaca setiap
situasi, tafsirkan konsep dasar dalam hubungannya dengan lingkungan atau
situasi yang paling banyak kita bisa perankan sebagai pemimpin. Suatu contoh
jika disebutkan dalam situasi tersebut tentang bawahan, maka kita harus
memikirrkan bahwa kita terikat pada perilaku pemimpin yang seringkali perannya
kita lakukan. Jika kita sebagai manajer perusahaan, maka bawahan adalah staf
dan karyawan perusahaan yang kita pimpin. Jika kita paling banyak terlibat
dalam hubungan sebagai orang tua, maka bawahan tersebut mestinya anggota
keluarga kita. Kalau kita sebagai dosen atau guru maka bawahan adalah mahasiswa
atau murid-murid kita.
Gaya
kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan
diketahui oleh pihak lain ketika kita berusaha mempengaruhi kegiatan orang
lain. Perilaku ini diembangkan setiap saat dan dipelajari oleh pihak lain untuk
mengenal kita sebagai pemimpin, gaya atau keperibadian kepemimpinan kita.
Mereka bisa mengharapkan dan bahkan bisa meramalkan jenis perilaku tertentu.
Pola umun yang biasanya terlibat diantaranya perilaku yang berorientasi pada
tugas atau perilaku hubungan atau beberapa kombinasi dan keduannya. Dua bentuk
perilaku tugas dan hubungan yang merupakan titik pusat dari konsep kepemimpinan
situasional akan diberika penjelasan sebagai berikut :
Ø Perilaku tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin
untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok
atau para pengikut, menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh
masing-masing anggota, kapan dilakukan, dimana melaksanakannya, dan bagaimana
tugas itu harus dicapai. Selanjutnya disifati oleh usaha-usaha untuk
menciptakan pola organisasi yang mantap, jalur komunikasi yang jelas, dan
cara-cara melakukan jenis pekerjaan yang harus dicapai.
Ø Perilaku hubungan adalah suatu perilaku seprang pemimpin
yang ingin memelihara hubugan-hubungan antarpribadi diantara dirinya dengan
anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar jalir
komunikasi, medelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada para
bawahan untuk menggunakan potensinya. Hal semacam ini disifati oleh dukungan
sosioemosional, kesetiakawanan, dan kepercayaan bersama.
Pengenalan kedua perilaku
diatas sebagai suatu dimensi penting, telah dikenal sebagai suatu bagian yang
penting dari kerja keras ahli-ahli manajemen. Dua dimensi ini telah diberi
bermacam-macam lebel diantaranya kepemimpinan otokratis-demokratis, pemimpin
yang berorientasi pada bawahan, dan pemimpin yang berorientasi pada produksi.
F.
Penyesuaian gaya
Penyesuaian
gaya ini adalah suatu derajat perilaku pemimpin yang sesuai dengan kehendak
dari suatu lingkungan tertentu. Gaya ini dapat pula dinamakan keluwesan (fleksibility)
gaya, karena dengan mudah perilaku pemimpin tersebut menyesuaikan dengan
lingkungan tertentu. Dengan demikian, seorang pemimpin yang mempunyai tingkat
gaya (style range) yang sempit dapat efektif sepanjang periode waktu tertentu
asalkan pemimpin tersebut tetap berada pada situasi yang memunkinkan sehingga gayanya
mempunyai kemungkinan untuk sukses yang besar. Sebaliknya , seorang pemimpin
yang mempunyai tingkat gaya yang besar, bisa tidak efektif kalau gaya perilakunya
tidak sesuai dengan tuntutan situasi.
BAB III
Case Study
Jack Croushore: Dari orang keras ke kueh
krim
Dulunya Jack Croushore “Orang Keras”.
Selama 26 tahun berkarya dalam industri baja, ia membangun suatu repotasi
sebagai bos yang terkesan keras. Ia tidak membantah. Bila para pekerja keluar
dari garis, ia tidak ragu-ragu untuk mengacungkan slip disiplin dan menjatuhkan
skors tanpa upah.
“saya
sudah sangat ketat berdisiplin selama 18 tahun”, kenang Jack Croushore, yang
sekarang adalah presiden dan dirut pada CP industries Inc., McKeesport,
Pennsylvania, suatu pemanufaktur bejana tekan tanpa kelim untuk menyimpan dan
mengangkut gas. “Agaknya saya mengeluarkan surat peringatan lebih banyak dari
siapa pun. Saya sangat kritis terhadap tenaga kerja bahkan terhadap para mandor
dan mandor kepala yang bekerja untuk saya”.
Semuanya
itu berubah dalam tahun 1984. Ia bekerja pada U.S. Steel, dan ia baru saja
turut serta dalam menutup pabrik National works milik perusahaan, dimana ia
telah bekerja selama 18 tahun. Menurut Jack Croushore, ia telah melakukan
“semuanya yang diminta untuk saya lakukan pada National Works (sebagai menajer
pabrik), dan apada akhirnya, saya tidak bisa menjaga pabrik itu tetap berjalan.
Saya mengikuti semua aturan. Saya lakukan apa yang mereka katakan akan
berhasil. Dan apada akhirnya, mereka berkata, “kami akan menutup pabrik itu”.
600 buruh kelihangan pekerjaan mereka.
Dalam
tahun 1984 Jack Croushore ditugasi kembali ke Christy Park Works yang lebih
kecil milik perusahaan, yang belakangan menjadi CP Industries. Ketika saya tiba,
”saya beritahu kepada orang yang memperkerjakan saya”, Lihat ,saya tidak akan
melakukan hal yang sama seperti apa yang telah kulakukan disana karena cara itu
tidak berhasil. Saya akan mencoba hal-hal yang baru.”
Hal-hal
baru tersebut mencakup suatu gaya kepemimpinan yang sangat berlainan. Jack
Croushore mengganti pendekatan otokratisnya dengan gaya partisipatif yang
saling mempercayai. Asas pemandunya yang baru, menjadi aturan emas. “biasanya
bila saya memasuki suatu situasi, saya memikirkan mengenai bagaimana saya akan
merasakan dan bagaimana saya bakal ingin diperlakukan seandainya saya berada di
tempat orang itu.” Ia menghindari tindakan disipliner, percaya bahwa kebanyakan
buruh akan melakukan hal yang benar. Ia mendorong karyawannya untuk memikul
tanggung jawab dan mengambil keputusan sendiri. Ia bahkan memberi kuasa kepada
tim-tim pekerja jam-jaman untuk mengawasi pengangkatan dan pengembangan
karyawan baru.
Jack
Croushore yang “baru” tidak menghukum karyawan karena kemangkiran atau
pembangkangan. “kami tidak mengharuskan siapa pun melakukan apapun”, demikian
tegasnya. “anda tidak dapat menyuruh orang melakukan hal-hal yang tidak ingin
mereka lakukan. Tidak ada cukup penyelia, dan tidak ada cukup waktu dalam
sehari”. Lagi pula, Jack Croushore berpendapat, tindakan disiplioner cenderung
kontraproduktif, teristimewah dalam atmosfer serikat buruh. Proses keluhan
menghabiskan waktu yang berharga dari para buruh, mandor, dan manajemen pabrik.
Produktivitas dirugikan ada semangat merosot sekali.
Gaya
kepemimpinan Jack Croushore yang direfisi itu telah berhasil. Tenaga kerja pada
Christy (yang sekarang bernama CP Industries) telah menyusut melalui
pengurangan, dan produktivitas menanjak. Dalam tahun1992 tenaga kerja jam-jaman
dari hanya 89 orang menghasilakan 20% lebih banyak daripada tenaga kerja 159
orang adalam tahun 1984.
A. Identifikasi masalah
1.
Gaya kepemimpinan apa yang digunakan Jack
Croushore pada saat memulai kariernya dalam memimpin perusahaan industri baja
sehingga tidak dapat beroprasi dengan baik selama 18 tahun?
2.
Gaya Kepemimpinan apa yang diubah Jack
Croushore untuk menjalankan tugasnya setelah gagal memimpin perusahaan industri
yang kemudian dipindahkan ke perusahaan CP industries Inc?
B. Solusi atau Pembahasan
1. Perusahaan
Jack Croushore tidak dapat beroprasi dengan baik karena gaya kepemimpinan yang diterapkan
yaitu gaya kepemimpinan otokratis dimana seorang pemimpin memberikan tekanan
terhadap tenaga kerja dan bawahannya seperti contohnya menjatuhkan skors tanpa
upah.
2. Gaya
kepemimpinan yang diterapkan untuk membangun usaha yang baru yaitu gaya
kepemipinan partisipatif karena Jack Croushore menyadari bahwa faktor
situasional mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ia memperbaiki hubungannya
dengan para karyawan dengan menggantikan gaya kepemimpinannya yang otokratis
dengan suatu pendekatan partisipatif. Setelah menjalankan gaya kepemimpinan
partisipatif, perusahaan Jack Croushore dapat berjalan dengan baik dan dapat
bertahan.
BAB
IV
Kesimpulan
Kepemimpinan situasional tidak jauh berbeda
dengan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan situasional merupakan gaya
pemimpin yang mempertimbangkan situasi yang dihadapi sebuah perusahaan. Baik
dalam proses pengambilan keputusan terhadap sebuah masalah maupun dengan
mengarahkan para bawahannya. Kepemimpinan situasional dalam hal ini, mengubah
gaya kepemimpinan yang lama dengan gaya kepemimpinan baru yang di anggap lebih
baik dengan pertimbangan situasi-situasi yang dialami perusahaan.
Dalam kepemimpinan situasional ini,
pimpinan bukan hanya melihat dari situasi yang dialami oleh parusahaan, tetapi
juga melihat kematangan para pengikutnya. Kematangan pengikut juga sangat
berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan sehingga perlu diperhatikan
kematangan dari para pengikutnya.
Daftar Pustaka
1. Ardana,
komang, 2009, Perilaku Organisasi, yogyakarta; Graha Ilmu.
3.
Rivai, Veithzal, 2006, kepemimpinan dan
prilaku organisasi, jakarta; Rajawali Pers.
4. Robbins,
Stephen P, 1996, Perilaku Organisasi, Jakarta; Prenhalindo
5. Robbins,
Stephen P, 2003, Perilaku Organisasi, Jakarta; PT. Indeks.
6. Sutarto,
1998, Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Perss.
7. Thoha,
Miftah, 2012, Kepemimpinan dalam manajemen, Jakarta; Rajawali Pers.